Spiga

Radio Komunitas Jatim Tolak PP 51/2005

Surabaya - Pembatasan daya jangkau frekuensi radio komunitas dinilai sebagai wujud pengekangan terhadap berkembangnya radio milik warga. Keadilan jatah frekuensi dan kemudahan pengurusan izin radio komunitas harus segera direalisasikan.



Hal itu diungkapkan Koordinator Dewan Jaringan Radio Komunitas untuk Demokrasi (JRK-Dem) Jawa Timur Mohammad Hasyim ketika memimpin unjuk rasa di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis (30/10). Menurut dia, melalui pemberlakuan Peraturan Pemerintah 51/2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas, pemerintah melanggar Pasal 19 konvensi internasional tentang Deklarasi Universial Hak Asasi Manusia dan Amandemen Pasal 28 UUD 1945 tentang Hak-hak Sipil Politik yang mengatur hak masyarakat memperoleh informasi. 

"Kami menolak keputusan pemerintah soal daya jangkau serta power radio komunitas yang mencapai 2,5 kilomter saja. Ini sama dengan membunuh keberadaan radio komunitas," katanya. 

Menurut Hasyim, radio komunitas seharusnya menjadi media yang dibanggakan pemerintah dan rakyat. Sebab, visi dan misi radio komunitas adalah merekatkan kerukunan warga dan mencegah konflik masyarakat. Selain itu, radio komunitas mengemban misi mengembangkan budaya lokal dan membentuk watak serta moral toleransi masyarakat. 

Hasyim menyatakan peran radio komunitas bagi kemajuan negara tidak dapat diukur hanya melalui konstribusi jumlah pembayaran pajak. Pemerintah tidak boleh mengesampingkan hak radio komunitas karena dianggap miskin dan mendahulukan kepentingan radio komersial yang dianggap lebih menguntungkan. "Kami meminta KPID adil dalam hal ini, dengan tidak berpihak kepada penguasa atau pemilik modal. Mereka harus memikirkan bagaimana rakyat mendapatkan informasi secara adil dan merata." 

Sebelum menggelar orasi di depan Gedung Grahadi, aktivis JRK-Dem melakukan aksi jalan kaki dari Gedung Cak Durasim di Jalan Gentengkali, Surabaya. Mereka membawa poster berisi hujatan terhadap berbagai peraturan pemerintah yang membunuh radio komunitas dan mengancam kebinekaan.

Unjuk rasa itu diikuti perwakilan 30 jaringan komunitas se-Jatim, antara lain Komunitas Nelayan Lamongan, Perkumpulan Desa Mandiri Nganjuk, Suara Warga FM Jombang, Post Institut Blitar, dan Samudra FM Pacitan.(red)
FOTO: Deni Prastyo

Munarman: Sidang Dintervensi Presiden SBY


 Jakarta - Munarman, Panglima Komandan Laskar Pembela Islam, dituntut 2 tahun penjara. Bekas Ketua YLBHI ini dinilai bersalah melakukan tindak kekerasan terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan ketika melakukan aksi damai di Monas 1 Juni 2008.


Menurut jaksa, seluruh anggota Front Pembela Islam adalah anggota Laskar Pembela Islam. Pada 1 Juni 2008 sekitar pukul 11.15 anggota FPI, LPI, dan laskar Islam lainnya berkumpul di Masjid Istiqlal. Mereka merencanakan unjuk rasa menentang kenaikan harga BBM dan pembubaran Ahmadiyah di Istana Negara. "Sebelum berangkat, komando lapangan diambil alih Munarman," kata jaksa Sigit Sukasah dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10).


Masih menurut jaksa, dalam perjalanan menuju Istana, mereka melihat massa AKKBB yang berkumpul di Monas. Di bawah komando Munarman, mereka menyerang sambil berteriak 'Allahu Akbar... kamu Ahmadiyah, bubar kamu semua, kalau tidak saya bunuh kamu'. Akibat serangan itu sekitar 70 orang massa AKKBB luka-luka.


Siang itu Munarman mengenakan pakaian serba hitam, lengkap dengan tutup kepala. "Munarman memukul saksi Jakobus, beberapa saat setelah saksi diserang oleh sekelompak massa dengan pakaian putih-putih. Munarman juga mencengkeram kerah baju saksi Jakobus," kata jaksa Sigit Sukasah.


Selain menyerang anggota AKKBB, massa FPI juga merusak sebuah mobil Daihatsu milik Aliansi. Jaksa menilai perbuatan Munarman bertentangan dengan hukum dan menyebabkan rasa sakit dan trauma terhadap para korban. "Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Munarman pidana 2 tahun penjara."


Seusai sidang Munarman menyatakan sidang kasus ini pesanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut dia, tuntutan jaksa diintervensi kepentingan politik. "Tidak masalah. Yang saya protes, tuntutan itu ditentukan Kejagung yang diperintah Presiden SBY," ujarnya.

Sumber:
Foto: VHRmedia/ Kurniawan Tri Yunanto